Pages

Ads

Saturday 17 November 2012

Metamorfosis Jawi

nulis cerpen rek ;p

Libur empat hari itu... enak, bosen, dan garing. apalagi disuruh bikin cerpen 1000 kata maksimal 6 halaman. duh, bener-bener ribet deh. tapi ternyata saya berhasil menaklukan tantangan itu dengan membuat cerpen berjudul Metamorfosis Jawi. hahaha.. alhamdulillah banget. semoga saja cetar membahana. inilah cerpen bikinan saya. sayang kalao gak dipublish. hehe.. :p


Metamorfosis Jawi
Namaku Jackline winarsih. Namaku memang unik, perpaduan antara nama barat dan Indonesia. Seperti keadaanku saat ini. Aku terlahir sebagai seorang yang mempunyai kewarganegaraan ganda. Semua ini aku dapat sejak aku lahir.
Ibuku adalah seorang berwarganegaraan Indonesia. Sedangkan Ayahku berwarganegaraan Amerika serikat. Meskipun begitu, ia sangat fasih berbahasa Indonesia.  Aku tidak tahu cerita pastinya bagaimana mereka berdua bisa bertemu padahal mereka berbeda tempat tinggal. Yang jelas, saat aku dilahirkan, keluarga kacil kami sedang berada di Amerika. Hal tersebutlah yang menyebabkan aku berstatus warga negara Amerika.
Amerika memang menganut asas Ius soli dalam hal kewarganegaraan. Artinya siapapun yang lahir di negara itu, mengantongi status warga negara Amerika. Sedangkan negara Indonesia menganut asas  ius sanguinis. Artinya apabila salah satu orang tuaku ada yang warga negara Indonesia, maka secara otomatis aku akan berstatus warga negara Indonesia.
Malam itu aku sangat lelah. Berlatih drama seharian di sekolah ternyata sangat menguras tenagaku. Setelah makan malam di apartement keluargaku yang terletak  di sudut kota New York, aku langsung membantingkan tubuhku ke kasur. Tak lama kemudian aku terlelap dalam indahnya mimpi.
“Oke kalau itu mau kamu. Kita cerai sekarang.” Sayup-sayup aku dengar suara seseorang berbicara dengan nada tinggi. Meskipun mataku sudah terpejam, aku masih dapat mendengar suara itu, Aku masih belum terlalu nyenyak. Aku jadi penasaran dengan apa yang terjadi. Diam-diam aku mulai beranjak dari tempat tidurku. Aku menengok dari celah pintu kamarku yang aku buka sedikit.
“Silahkan kamu ceraiin aku. Aku juga sudah capek sama kamu”
            “Oh gitu, oke. Besok juga kamu boleh pulang ke Indonesia. Jangan kembali kesini lagi!” Ayah dan ibuku terus bicara bersahutan dengan nada yang tinggi. Aku tidak berani untuk menegur mereka. Air mataku menetes mendengar kata cerai yang keluar dari mulut Ayahku. Apakah ini artinya aku akan sulit untuk menemui salah satu orang tuaku? Entahlah.
            Malam itu menjadi malam yang sangat mencekam bagi diriku. Rasa capek dan kantukku tiba-tiba hilang. Aku tak sanggup lagi untuk memejamkan mata. Yang ada, saat ini mataku sudah penuh dengan air mata dan tidak dapat aku tahan lagi. Aaarrrgghtt………… Aku berteriak melupkan rasa kesal, kecewa, dan kemarahanku. Orangtuaku yang sibuk berseteru tidak mendengar teriakanku. Karena aku berteriak dengan menutup mulutku memakai bantal agar mereka tidak mendengar.
***
Akhirnya perceraian itu pun terjadi juga. Aku tidak mengerti apa yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah. Padahal Ayah cukup sukses karena memiliki Wedding organizer yang berpusat di New York. Bahkan Wedding organizer milik Ayah sudah sangat terkenal dan pernah mendapat client artis Hollywood. Perceraian yang mereka sembunyikan dariku sangatlah sia-sia. Sebagai anak SMA, pasti aku sudah paham dan mengerti akan hal ini. Ayah memberi alasan jika ibu mau mengurus pembukaan cabang baru Wedding organizer di Yogyakarta.
Ibuku mempercayakan aku sepenuhnya untuk diasuh Ayah. Karena aku harus melanjutkan sekolahku di New York. Libur musim panas kali ini aku pulang kampung ke Indonesia untuk bertemu dengan Ibuku, di kota kelahirannya, Yogyakarta. Ini memang bukan kali pertama aku berkunjung di kota budaya yang indah ini. Sudah beberapa kali aku berlibur di kampung halamanku ini.
Aku begitu jatuh cinta dengan kota ini. Aku tak pernah bosan untuk mengunjungi alun-alun dan keraton, Menikmati secangkir kopi di angkringan, dan menikmati lezatnya gudeg. Yang membuat aku jatuh cinta lagi adalah Batik. Ya, batik. Pernah sesekali aku membayangkan, betapa senangnya sekolah di Indonesia. Beramai-ramai memakai seragam batik bersama teman-teman untuk satu hari. Andai sekolah di New York mempunyai seragam batik seperti di Indonesia.
Sore ini ibu mengajakku untuk jalan-jalan ke malioboro yang tersohor itu. Tidak ada barang lain yang aku beli selain batik. Mulai dari kain batik, dress, sampai sandal bercorak batik. Aku sungguh sangat jatuh hati pada batik. Kesempatan ini juga tidak aku sia-siakan. Aku bertanya semua tentang batik pada sumbernya, penjual batik. Meskipun hanya penjualnya, bukan pengrajinnya, minimal bisa memberi informasi tentang jenis-jenis batik. Aku sekarang sudah mengetahui perbedaan corak-corak batik. Mulai dari batik kawung, parang, sampai sidomukti.
Langit malam bertabur bintang selalu menghiasi kota Jogja. Indah, seindah kota yang kaya akan budaya ini. Tak terasa, ini adalah malam terakhir aku di Jogja. Ingin rasanya aku tinggal disini. tapi aku harus meninggalkannya esok hari. namun aku yakin, suatu saat nanti aku akan menghabiskan sisa hidupku di kota indah ini dengan menyandang status warga negara Indonesia. Esok harinya aku sudah siap untuk kembali ke New York dengan beberapa kotak bakpia pathok dan berbagai macam batik yang memenuhi koperku.
***
            Satu minggu sebelum hari ulang tahunku yang ke tujuhbelas, Ayah mengajakku berbicara serius setelah kami selesai makan malam. Membicarakan tentang keputusanku yang harus memilih salah satu kewarganegaraan.
            “Jackline, semua memang terserah kamu. Tapi Ayah mohon, kamu tinggal disini saja dan menjadi warga negara Amerika. Biar kamu bisa sekolah disini. please!”  ini merupakan pilihan yang sulit. Disisi lain aku ingin tinggal di kota yang indah, Jogja. Aku sudah bosan dengan hingar-bingar kota besar seperti New York. Tapi aku juga ingin meneruskan sekolah disini mengambil jurusan Fashion design.
            “Ya, aku sudah mengerti ayah. Beri aku waktu untuk berpikir. Mungkin aku baru bisa menjawabnya saat usiaku benar-benar sudah tujuhbelas tahun.” Jawabku.
            “Baiklah. Apapun pilihanmu nanti, semoga itu yang terbaik buat kamu.” Setelah itu kami berdua membereskan piring kotor bersama. Kemudian aku masuk ke kamarku dan memulai kebiasaanku, Online.  Saat itu di facebook dan twitter sangat ramai membicarakan sosok irfan bachdim. Aku jadi penasaran dengan sosok ini. Aku pun browsing dan mencari tahu tentang dia. Ternyata dia adalah atlet sepak bola dari Belanda keturunan Indonesia. Karena jasanya yang mengharumkan nama bangsa Indonesia, dia dinaturalisasi oleh pemerintah agar jadi warganegara Indonesia. Dan hal ini memberiku ide. Rencana akan mulai saat usiaku tujuhbelas tahun.
***
            Akhirnya pagi ini aku genap berusia tujuhbelas tahun. Ayah dan aku kembali berbicara serius tentang kewarganegaanku yang ganda.
            “Ayah, aku akan menuruti permintaan ayah. Tapi aku juga minta sesuatu ke Ayah.”
            “Baiklah. Asalkan kamu mau tetap tinggal disini sayang.” Dia menjawab dengan senyumannya yang khas.
            “Aku ingin ayah menambah paket Indonesian wedding di wedding organizernya Ayah. Maksud aku wedding ala keraton gitu.”
            “Tapi, tapi…”
            “Sudahlah. Aku siap promosi, dan aku siap menghandle apabila ada client yang menginginkan paket itu.” Jawabku meyakinkan Ayahku.
            Singkat cerita akhirnya Ayah menyetujui permintaanku. Dan aku sekarang berstatus sebagai warganegara Amerika. Tinggal di New York bersama ayah, sibuk meneruskan sekolah sebagai mahasiswi fashion design dan sibuk mempromosikan paket Indonesian wedding.
            Kerja kerasku ternyata tidak sia-sia. Aku mendapatkan nilai yang cukup bagus di kampus berkat desain busanaku yang selalu menambahkan unsur  batik. Dan itu sekarang menjadi ciri khas untuk karya-karyaku. Begitu juga dengan pekerjaan sampinganku membuat paket Indonesian wedding di Wedding organizer ayahku. Ternyata banyak yang tertarik. Awalnya yang memesan paket ini adalah warga Indonesia yang menetap di Amerika. Lama-kelamaan ada juga orang asli Amerika yang tertarik melaksanakan pernikahan dengan konsep jawa ini.
            Puncaknya terjadi saat  Nichole Richie, salah satu artis terkenal yang bukan warga indonesia memesan paket ini untuk pernikahannya. Berita ini pun mencuat dan dengan waktu singkat banyak warga amerika yang penasaran akan pernikahan ala keraton yang ada di Indonesia ini.
            Beberapa minggu setelah sukses mengorganisir pernikahan artis terkenal ini, email pribadiku penuh dengan pujian-pujian dan pesanan akan paket ini. Ayah yang semula ragu dengan ideku, sekarang malah mengatakan bahwa kerjaku bagus dan dapat membawa nama besar wedding organizer miliknya. Diantara email-email yang masuk, ada salah satu email yang membuat aku merinding. Yaitu email dari officialnya Harpo studio. Isi dari email itu adalah aku diundang untuk menjadi tamu di acara Oprah winfrey’s show. Talk show yang sangat terkenal di Amerika dan dunia.
            Dengan senang hati aku memenuhi undangan ini. Disana aku menjadi narasumber di episode yang berjudul Uniquely Indonesian Wedding. Menjelaskan tentang pernikahan ala keraton yang mendadak terkenal karena Nichole Richie. Di acara yang ditonton seluruh dunia ini aku juga berkesempatan menunjukan hasil desain busana milikku. Aku masih belum percaya bahwa aku mampu berada di studio ini. Karena studio ini biasanya hanya mengundang orang-orang hebat. Berikut penggalan percakapanku dengan Oprah yang sudah diterjemahkan.
             “Saya sangat bersyukur bisa memperkenalkan sedikit kebudayaan dari kampung halaman ibu saya di mata dunia. Dalam hal ini adalah prosesi perkawinan.” Jelasku saat ditanya Oprah.
            “Setelah pencapaian luar biasa anda, apa keinginan anda yang belum terpenuhi?”
            “Menjadi seorang desainer sekelas  Gianni Versace. Dan menjadi warga negara Indonesia.” Jawabku dengan yakin dan tersenyum.
            “Wow, kamu ingin jadi sebesar Versace. Luar biasa. Dan juga menjadi warga Indonesia, semoga pemerintah Indonesia menonton kita malam ini.” Ucapan Oprah disambut dengan tepuk tangan oleh semua penonton yang ada di studio.
***
            Sehari setelah menghadiri talk show Oprah, Ayah menyampaikan rasa bangganya kepadaku. Begitupun juga Ibu. Ibu menyampaikan rasa bangganya lewat skype. Aku senang dapat membuat orang tuaku bangga. Kring… kring... tiba-tiba Handphoneku berdering. Ada yang menelponku rupanya. Langsung saja aku akhiri video call dengan ibuku dan kuangkat telepon.
            “Selamat pagi, kami dari kedubes Indonesia untuk Amerika. Benar ini nomer dari saudari Jackline winarsih?” tanya seorang pria dibalik telepon itu.
            “ya benar saya sendiri. Ada apa ya pak?”
            “Saya semalam melihat anda di Oprah, anda bilang anda ingin menjadi warga negara Indonesia. Benar kan?”
            “Ya, benar sekali pak.”
            “Saya mewakili warga Indonesia yang sudah pasti bangga akan kerja anda, ingin menyampaikan terimakasih atas usaha anda yang sudah memperkenalkan Indonesian wedding di dunia internasional.”
            “Sama-sama.”
            “Atas keinginan anda tersebut, saya dapat mengajukan kepada pemerintah Indonesia agar anda bisa dinaturalisasi.” Aku sunggu tercengang dan tak percaya. Akhirnya rencanaku dari awal sedikit lagi berhasil.
            “serius? Terimakasih banyak pak.”
            Ya, sebentar lagi rencana yang sudah aku jalankan sejak dulu sedikit lagi berhasil. Aku memutuskan untuk menjadi warga negara Amerika sesuai keinginan Ayah. Kemudian aku berusaha mengharumkan nama Indonesia lewat perusahaan Ayahku agar aku dapat dinaturalisasi seperti Irfan bachdim. Agar aku dapat mewujudkan keinginanku untuk menjadi bangsa Indonesia. Dan menghabiskan sisa hidupku di kota kelahiran ibuku, Jogjakarta. Tanpa harus mengecewakan salah satu dari orang tuaku.
***
            Akhirnya aku resmi menjadi putri bangsa Indonesia. Hadiah naturalisasi dari pemerintah merupakan hadiah terindah yang pernah aku dapat. Akhirnya mimpiku selama ini dapat terwujud juga. Tinggal di kota budaya yang jauh dari hiruk-pikuk seperti di kota New York.
            Di kota budaya ini, aku juga mewujudkan mimpiku yang lain. Menjadi seorang desainer Indonesia yang sekelas dengan Versace. Aku memulai dengan membuka butik kecil bernama Jawi, singkatan dari namaku, Jackline Winarsih. Masih setia dengan corak batik yang sudah menjadi identitas dalam setiap karyaku.

            Tuhan memang sangat sayang dengan umatnya. Terlebih pada umatnya yang mau berdoa dan berusaha. Masih genap berumur satu tahun, busana dari butikku sudah banyak yang dipakai oleh artis Ibu kota. Namaku pun ikut terkenal sejalan dengan itu. Namun bukan jackline yang terkenal. Tetapi jawi. Ya, aku menggunakan nama Jawi karena aku ingin benar-benar menjadi Indonesia. Namun tak mau menghapus unsur barat warisan ayahku. Maka dari itu, namaku aku singkat menjadi Jawi. Dan sekarang seorang Jackline Winarsih telah bermetamorfosis menjadi seorang desainer yang dikenal dengan nama Jawi.
            Jawi, masih akan terus mengharumkan nama Indonesia lewat Indonesian weddingnya yang semakin berkembang pesat. Dan juga akan berusaha menyaingi Versace dalam bidang fashion. Setelah wedding Indonesia yang mendunia, selanjutnya jawi akan memperkenalkan busana Indonesia kepada dunia.

No comments:

Post a Comment

Other Post

Populer

Kembali Ke Atas