Pages

Ads

Wednesday 20 November 2013

Saya Egois dalam Desain

Hai blog jelek, udah lama aku gak grepe-grepe keyboard nih. baru kali ini ada kesempatan buat menambah postinganmu.
mmm... di postingan sebelumnya, Aku udah bilang ya, aku bakalan ngurangin postingan Curhat. tapi rasanya unek-unek ini udah mentok. pengen aku muntahin di blog seperti kebiasaan burukku beberapa tahun lalu.

Oke mulai.
Aku jadi paham kenapa dulu waktu sekolah, Guru desainku gak pernah minta atau nagih tugas-tugas desain. mereka selalu ngasih kebebasan kapanpun aku ngumpulin. Asal sebelum dateline yang ditentukan. dan dateline itu sangat amat panjang. Sebelum UAS, padahal tuh tugas yang bejibun dikasihnya awal semester.

Kenapa guru-guru bersikap seperti itu, jawabannya karena mereka paham!
Mereka paham kalau kreatif itu gak bisa instan.
Ide itu gak bisa langsung didapetin semudah ngedapetin jawaban soal matematika. ex: 1+1 jawabannya sudah pasti 2. kalo di desain, 1+1 bisa aja jawabannya 1000.
Berkarya itu butuh mood. Kalo capek ya udah, gak usah dipaksain.

Tapi di dunia kerja, semua berbanding terbalik.

Kita selalu dituntun kreatif, tapi dalam waktu singkat.
Kita dituntut punya sejuta ide, tapi gimana dapat ide kalo ide kita selalu diobrak-abrik oleh sang penentu hasil kerja kita, sebut saja BOS.
Selalu dituntut dengan hasil yang bagus (dilihat dari kacamata mereka). bukan bagus menurut nilai filosofis sebuah desain. bukan bagus menurut trend yang ada.

Kenyataannya, mereka masih suka gaya jaman dulu yang bilang, desain itu bagus kalo ada foto-fotonya. kalau dari kacamata saya, itu mah norak! tapi apa daya, kata ACC tetap berada di mulut satu orang, BOS.

Bukannya gak mau dikritik atau gimana, tapi aku emang egois dalam desain. hahaha...
harusnya, sebelum ditolak, mbok yang bikin ini ditanyai. kenapa kok gini? kenapa kok gitu? dengan gitu, aku kan bisa jelasin hidden meaning yang ada di desainku. siapa tahu, setelah tahu filosofinya BOS ini bisa (paling tidak) mengapresiasi konsepnya.

desain bolehlah ada perubahan. tapi konsep yang udah dipikirin mateng-mateng bersama segala nilai filosofinya, kenapa ikut diobrak-abrik?

Ah sudahlah... mungkin saya aja yang terlalu egois. memandang sebuah karya hanya dari sisi sang pembuat. bukan penikmat yang mayoritas awam.

No comments:

Post a Comment

Other Post

Populer

Kembali Ke Atas